Senin, 04 Agustus 2014

KAJIAN STILISTIKA

PUISI “NOTA UNTUK UMUR 49 TAHUN”
KARYA GOENAWAN MOHAMAD


PENDAHULUAN

Dapat dikatakan bahwa karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi, setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Sebagai sebuah karya seni yang lazim memanfaatkan bahasa sebagai mediumnya maka bahasa memiliki peran sentral. Bahasa sastra menjadi media utama untuk mengekspresikan berbagai gagasan sastrawan. Melalui berbagai cara, segenap potensi bahasa diusahakan oleh sastrawan agar asosiatif, ekspresif, dan indah sehingga menarik dan mengesnkan pembaca. Dalam konteks itulah style ‘gaya bahasa’ memegang peran penting dalam karya sastra guna menciptakan efek makna tertentu dalam rangka mencapai efek estetik.
Menurut Ali Imron (2009: 12), style ‘gaya bahasa’ adalah cara mengungkapkan gagasan dan perasaan dengan bahasa khas sesuai dengan kreativitas, kepribadian, dan karakter pengarang untuk mencapai efek tertentu, yakni efek estetik atau efek kepuitsan dan penciptaan makna. Di sini, penulis mencoba menganalisis puisi “Nota untuk Umur 49 Tahun” karya Goenawan Mohamad. Penulis menggunakan kajian stitistika dalam menganalisis puisi tersebut.



HASIL ANALISIS


NOTA UNTUK UMUR 49 TAHUN

Pasir dalam gelas waktu
menghambur
ke dalam plasmaku

Lalu di sana tersusun gurun
dan mungkin oase
tempat-tempat terakhir burung-burung

A.    Gaya Bunyi
     Dalam puisi, bunyi berperan penting karena bunyi menimbulkan efek dan kesan tertentu. Bunyi dapat menekankan arti kata, mengintensifkan makna kata dan kalimat, bahkan dapat mendukung penciptaan suasana tertentu dalam puisi. Gaya bunyi pada puisi di atas dapat dikemukakan sebagai berikut.
1.      Asonansi
      Asonansi adalah pengulangan bunyi vocal yang sama pada rangkaian kata yang berdekatan dalam satu baris.
Pasir dalam gelas waktu                                                      (a)
menghambur                                                                       
ke dalam plasmaku                                                              (a)

Lalu di sana tersusun gurun                                                (a, u)
dan mungkin oase                                                              
tempat-tempat terakhir burung-burung                               (e, a, u)
2.      Aliterasi
          Aliterasi adalah pengulangan bunyi konsonan yang sama pada rangkaian kata yang berdekatan dalam satu baris.
Pasir dalam gelas waktu                                                       (s)
menghambur                                                                        (m)
ke dalam plasmaku                                                              (m)

Lalu di sana tersusun gurun                                                   (s)
dan mungkin oase                                                              
tempat-tempat terakhir burung-burung                                  (t)
       Puisi di atas secara keseluruhan didominasi oleh adanya bunyi /a/ dan /u/. Bunyi /a/ dan /u/ yang mendominasi puisi tersebut mempunyai fungsi menimbulkan suasana rawan dan genting. Penyair sengaja mendominasi bunyi tersebut untuk mencapai efek estetis dalam puisinya.

B.     Gaya Kata (Diksi)
Guna menghidupkan lukisan dan memberikan gambaran yang jelas sesuai dengan gagasan yang ingin dikemukakan penyair dalam puisi “Nota untuk Umur 49 Tahun”, penyair bayak menggunakan kata konottif di samping kata konkret. Konotatif maksudnya bersifat tidak langsung sehingga menimbulkan asosiasi terentu. Kata konotatif digunakan untuk menciptakan bahasa kias (figurative language).
Pada bait 1 dimanfaatkan bahasa kias berupa majas personifikasi yaitu, baris pertama, kedua, dan ketiga, /Pasir dalam gelas waktu//menghambur//ke dalam plasmaku/. Pasir adalah benda mati, tapi di sini pasir seolah-olah hidup karena bisa menghambur ke dalam plasma. Di sini juga terlihat adanya majas majas hiperbola atau terlalu melebih-lebihkan. Selain itu terdapat majas metafora pada baris pertama /gelas waktu/, metafora sendiri merupakan bahasa kias yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat.
Gaya kata atau diksi pada bait kedua terlihat pada baris pertama yaitu, kata /tersusun gurun/, pada baris kedua /oase/, baris ketiga /tempat terakhir/. Masing-masing diksi tersebut memiliki makna tersendiri. Penyair sengaja menampilkan kata kiasan untuk menciptakan keindahan dalam puisi.

C.    Gaya Kalimat
Kepadatan kalimat dan bentuk ekspresif sangat diperlukan dalam karya sastra khususnya puisi. Hal itu mengingat bahwa puisi hanya inti gagasan atau pengalaman batin saja yang dikemukakan. Oleh karena itu, hubungan antarkalimat dinyatakan secara implisit agar kalimat-kalimat dalam baris puisi benar-benar padat, efektif, dan imajinatif.
Pada puisi “Nota untuk Umur 49 Tahun” ini kalimatnya juga sudah padat dan imajinatif. Terlihat pada kata /di sana/, harusya /di dalam plasmaku/ tapi, diimplisitkan menjadi /di sana/. Selain itu kepadatan kalimat tidak hanya terjadi pada tiap kata tapi, juga pada tiap barisnya.

D.    Citraan
Citraan atau imaji dalam karya sastra berperan penting untuk menimbulkan pembayangan imajinatif, membentuk gambaran mental, dan dapat membangkitkan pengalaman tertentu pada pembaca. Menurut Abram (dalam Al-Ma’ruf, 2009: 158), citraan merupakan kumpulan citra yang digunakan untuk melukiskan objek dan kualitas tanggapan indera yang digunakan dalam karya sastra, baik dengan deskripsi secara harfiah maupun secara kias.
Citraan pada dasarnya tercipta melalui bahasa kias. Dengan demikian, ada hubungan yang erat antara pencitraan dengan bahasa kias yang asosiatif dan konotatif. Cuddon (dalam Al-Ma’ruf, 2009: 158) mengatakan bahwa citraan kata meliputi penggunaan bahasa untuk menggambarkan objek-objek, tindakan, perasaan, pikiran, ide, pernyataan, dan setiap pengalaman indera yang istimewa.
Menurut Scott (dalam Al-Ma’ruf, 2009: 76) citraan kata merupakan penggambaran angan-angan dalam karya sastra. Sastrawan tidak hanya pencipta musik verbal, tetapi juga pencipta gambaran daam kata-kata untuk mendeskripsikan sesuatu sehingga pembaca dapat melihat, merasakan, dan mendengarkannya. Penggambaran angan-angan tersebut untuk menimbulkan suasana yang khusus, membuat lebih hidup gambaran dalam pikiran dan penginderaan serta untuk menarik perhatian pembaca.
Setiap pengarang memiliki kekhasan dan keunikan tersendiri yang dapat membedakan pengarang satu dengan pengarang lainnya. Citraan dalam karya sastra dapat mencerminkan kekhasan individual pengarangnya. Salah satu bentuk penciptaan kerangka seni adalah pemakaian bahasa yang khas melelui citraan.
Pada puisi “Nota untuk Umur 49 Tahun” ini, penyair memanfaatkan citraan visual (penglihatan) dalam melukiskan kehidupan seseorang.
Pasir dalam gelas waktu
menghambur
ke dalam plasmaku
Tampak pada bait pertama, penyair menggunakan citraan visual pada kata /menghambur/.
       Lalu di sana tersusun gurun
dan mungkin oase
tempat-tempat terakhir burung-burung
Pada bait kedua juga terdapat citraan penglihatan. Hal itu jelas tergambar pada kata /di sana tersusun gurun/. 

E.     Analisis Makna Stilistika Puisi “Nota untuk Umur 49 Tahun”
Menurut Leech dan Shot (1984: 10), style menyaran pada cara pemakaian bahasa dalam konteks tertentu, oleh pengarang tertentu, untuk tujuan tertentu. Gaya bahasa menurut Ratna (2007: 237) adalah keseluruhan cara pemkaian (bahasa) oleh pengarag dalam karyanya. Hakikat ‘style’ adalah teknik pemilihan ungkapan kebahasaan yang dirasa dapat mewakili sesuatu yang diungkapkan. Chomsky menggunakan istilah deep structure (struktur batin) surface structure (struktur lahir), yang identik pula dengan isi dan bentuk dalam gaya bahasa (Fowler, 1997: 6). Dalam Al-Ma’ruf (2009: 7-8).
Dari berbagai uraian di atas dapat disimpulkan bahwa style ‘gaya bahasa’ adalah cara mengungkapkan gagasan dan perasaan dengan bahasa khas sesuai dengan kreativitas, kepribadian, dan karakter pengarang untuk mencapai efek tertentu, yakni efek estetik atau efek kepuitsan dan penciptaan makna. Gaya bahasa dalam kara sastra berhubungan erat dengan ideologi dan latar sosiokultural pengarangnya. 
Style ‘gaya bahasa’ adalah unsur karya sastra yang merupakan sarana sastra. Style ‘gaya bahasa’ karya sastra merupakan sistem tanda tingka pertama dalam konvensi sastra. Sebagai sistem tanda, maka style ‘gaya bahasa’ puisi “Nota untuk Umur 49 Tahun” mempunyai makna. dalam hal ini, style ‘gaya bahasa’ menjadi sarana sastra untuk mengekspresikan gagasan sastrawan.
Ali Imron (2009: 161) menyatakan bahwa makna karya sastra merupakan formulasi gagasan-gagasan yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca. Mengacu teori semiotik, karya sastra merupkan sistem komunikasi tanda. Oleh karena itu, apa pun yang tercantum dalam karya sastra merupakan tanda yang mengandung makna yang implisit di balik ekspresi bahasa emplisit.
Dalam puisi  “Nota untuk Umur 49 Tahun” ini, penyair mengungkapkan makna sosiologi dalam puisinya. Hal itu terlihat dari pemilihan katanya yng menggambarkan bahwa /pasir/ adalah manusia, lebih tepatnya manusia yang berumur 49 tahun. Ia telah memasuki usia yang tua dan tinggal menuggu waktu untuk kembali kepada-Nya.
Ketakutan yang tergambar dalam puisi ini tampak pada kata /menghambur//ke dalam plasmaku/. Rawan dan gentingnya eksistensi manusia dalam waktu antara hidup dan mati ini merupakan tema yang dominan dalam puisi Goenawan Mohamad. Kehidupan genting, pertama-tama, sudah tentu, kerena selalu terancam maut yang pada akhirnya pasti datang, dalam bentuk apa pun.
       Lalu di sana tersusun gurun
dan mungkin oase
tempat-tempat terakhir burung-burung
Pada bait kedua tersebut dapat diartikan bahwa telah ada tempat dimana seseorang meninggal dunia. /dan mungkin oase/ maksudnya oase sendiri adalah air di gurun, tapi dalam konteks ini maknanya menjadi sebuah tempat yang nyaman dan mungkin akan ke surga. /tempat terakhir burung-burung/ artinya tempat persinggahan terakhir manusia sebelum adanya hari akhir/kiamat.

  
SIMPULAN

       Berdasarkan pengkajian stilistika puisi “Nota untuk Umur 49 Tahun” dapat disimpulkan bahwa puisi “Nota untuk Umur 49 Tahun” dianalisis dari segi gaya bunyi, gaya kata (diksi), gaya kalimat, citraan, dan makna stilistikanya. Pertama, Puisi di atas secara keseluruhan didominasi oleh adanya bunyi /a/ dan /u/. Bunyi /a/ dan /u/ yang mendominasi puisi tersebut mempunyai fungsi menimbulkan suasana rawan dan genting. Penyair sengaja mendominasi bunyi tersebut untuk mencapai efek estetis dalam puisinya.
Kedua, gaya kata (diksi) pada puisi ini menggunakan majas personifikasi, hiperbola, dan metafora. Ketiga, pada puisi “Nota untuk Umur 49 Tahun” ini kalimatnya sudah padat dan imajinatif. Terlihat pada kata /di sana/, harusya /di dalam plasmaku/ tapi, diimplisitkan menjadi /di sana/. Selain itu kepadatan kalimat tidak hanya terjadi pada tiap kata tapi, juga pada tiap barisnya.
Keempat, pada puisi “Nota untuk Umur 49 Tahun” ini, penyair memanfaatkan citraan visual (penglihatan) dalam melukiskan kehidupan seseorang. Tampak pada bait pertama, penyair menggunakan citraan visual pada kata /menghambur/. Pada bait kedua juga terdapat citraan penglihatan. Hal itu jelas tergambar pada kata /di sana tersusun gurun/. 
Kelima, makna yang terkandung dalam puisi ini adalah makna sosiologi. Rawan dan gentingnya eksistensi manusia dalam waktu antara hidup dan mati ini merupakan tema yang dominan dalam puisi Goenawan Mohamad. Kehidupan genting, pertama-tama, sudah tentu, kerena selalu terancam maut yang pada akhirnya pasti datang, dalam bentuk apa pun.




DAFTAR PUSTAKA


Al-Ma’ruf, Ali Imron. 2009. Stilistika Teori, Metode, dan Aplikasi Pengkajian Estetika Bahasa. Solo: CakraBooks.

Mohamad, Goenawan. Asmaradana Pilihan Sajak 1961-1991. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar