Selasa, 05 Agustus 2014

ISU KENAIKAN BBM, BUAT PEDAGANG KELIMPUNGAN

        Saat melintasi jalan yang becek dan banyak orang berlalu-lalang dengan kesibukan masing-masing, mata saya tertuju pada seorang ibu separuh baya dengan berbagai dagangan di hadapannya, Minggu (1/4) siang. “Saya sudah berjualan di pasar ini selama tujuh tahun,” ujar bu Siti pedagang sembako di pasar Gondang, Sragen. Meskipun di pasar tersebut banyak orang yang berjualan serupa, tapi semua itu tidak pernah menyurutkan niat baiknya untuk tetap bertahan. Sudah menjadi kesehariannya berdagang di pasar tersebut.


      Ibu yang beralamatkan Tambak Boyo, Mantingan ini menggantungkan hidupnya pada usahanya berjualan di pasar. Bagaimana tidak, ia rela menjalani semua itu karena rasa sayangnya pada keluarga. “Kira-kira jam lima pagi saya sudah berangkat ke pasar dan jam empat sore baru pulang,” tutur wanita yang sudah memiliki dua orang putra tersebut. Akhir-akhir ini sedang marak diperbincangkan masalah harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang akan dinaikkan oleh pemerintah. Seiring dengan isu kenaikan bahan bakar minyak ini muncullah berbagai spekulasi dari banyak pihak masyarakat. Pro dan kontra pun seolah sudah menjadi konsumsi publik setiap hari.
      Isu kenaikan BBM ini mengakibatkan harga-harga kebutuhan lain mulai melambung dan seakan mencekik para pedagang secara perlahan. Tanpa terkecuali ibu yang berjualan sembako di pasar ini. Ia juga ikut menelan pahitnya kabar mengenai BBM yang akan dinaikkan. Saat dimintai keterangan mengenai isu kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM), ia menyatakan bahwa jika BBM naik otomatis harga sembako dan kebutuhan yang lain juga ikut naik. Terlihat jelas bahwa wanita pekerja keras ini tidak setuju dengan adanya kebijakan pemerintah yang akan meningkatkan harga BBM. “BBM merupakan kebutuhan yang penting bagi kehidupan masyarakat, untuk berbelanja saja saya bisa menghabiskan 3-4 liter bensin, belum lagi untuk pulang perginya ke pasar,” tegasnya.
     Isu kenaikan BBM ini tentu sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat, apalagi untuk masyarakat yang seharusnya masih mendapatkan bantuan dari pemerintah, tapi mereka juga harus terkena imbasnya. “Baru isu kenaikan BBM saja kebutuhan pokok sudah naik terlebih dahulu, bagaimana kalau BBM sudah benar-benar naik?”, tambahnya sambil menghela nafas. Ia menuturkan bahwa untuk sembako sendiri saat ini sebagian sudah mengalami kenaikan harga sebesar Rp 1000, 00 – Rp 2000, 00 per kilonya. “Bukan sesuatu yang mudah untuk menaikkan harga sembako, tapi mau bagaimana lagi, harga dari sananya sudah naik. Jadi, saya juga ikut menaikkan harga supaya saya tidak rugi”, tambahnya sambil melayani pembeli.
         Ibu Siti memaparkan bahwa sebenarnya ia tidak mau menaikkan harga dagangannya. Kasihan pembeli yang juga sering mengeluh saat membeli dagangan dia, tapi dia juga menjelaskan bahwa harga dari atasnya sudah naik sehingga dia terpaksa harus menaikkan harga sembakonya. Meskipun demikian, ia tetap bersabar dan yang penting ia tidak kehilangan pelanggannya.
    “Jika BBM benar-benar naik dampak yang mungkin terjadi yaitu faktor emosional yang susah dikendalikan,” imbuhnya. Dengan demikian maka masyarakat pun mengalami tekanan batin dan tak jarang yang jatuh sakit karena memikirkan apakah esok masih bisa makan atau tidak. Pembicaraan ini memang bukan hal yang baru di kalangan masyarakat, tetapi tetap saja tak habis-habis dibahas. Mungkin bagi kalangan menengah ke atas hal ini tidak akan menjadi sesuatu yang berarti, tapi bagaimana dengan nasib masyarakat yang tidak mampu?
         “Kami memang hanya rakyat kecil yang hidup serba pas-pasan, tapi kami memiliki harapan yang besar pada anak-anak kami. Saya menyekolahkan anak-anak saya supaya mereka bisa menjadi anak yang berhasil dan hidupnya lebih baik dari orang tuanya yang hanya berjualan sembako di pasar”, ujarnya dengan nada yang lirih. Di mana-mana yang namanya orang tua pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Tapi, jika bahan bakar minyak dinaikkan pasti akan berdampak pada kesejahteraan anak-anak juga, mengingat semua itu bergantung dari penghasilan orang tua.
     Ibu yang memakai baju coklat itu kembali menuturkan bahwa seharusnya hal seperti ini wajib diperhatikan oleh pihak-pihak yang berwenang. Menaikkan harga BBM sama halnya menaikkan harga kebutuhan yang lain. “Mengeluarkan uang untuk pejabat-pejabat tinggi negara saja mereka mampu, kenapa masih harus menaikkan subsidi untuk rakyat?”, tegasnya. Ia mengatakan bahwa kalau semua harga harga  dagangan naik, siapa yang akan menaikkan gaji saya?, padahal pendapatan saya hanya dari dagang ini. Belum lagi kalau nanti dagangan saya sepi mengingat yang berjualan di pasar ini juga banyak. “Semua itu akan berpengaruh terhadap anak-anak saya, uang saku mereka pasti juga minta dinaikkan. Kalau anak saya yang SD paling hanya untuk uang jajan saja, tapi kalau anak saya yang SMP selain untuk uang jajan juga harus ada uang transportasinya”, imbuhnya.

         “Saya hanya berharap pemerintah mau memikirkannya kembali, kalau boleh memilih saya lebih memilih supaya harga BBM tidak usah naik. Tapi, kembali lagi kami hanya rakyat kecil, kalau pemerintah sudah menetapkan mau tidak mau kami juga harus mengikuti,” jelasnya. Walaupun sudah terjadi demo di sana-sini, tapi nyatanya keputusan yang keluar hanya penundaan bukan pembatalan kenaikan BBM. Berarti suatu saat harga BBM akan tetap dinaikkan dan masyarakat harus menyiapkan mental mereka untuk menghadapinya. 

1 April 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar