Saat
melintasi jalan yang becek dan banyak orang berlalu-lalang dengan kesibukan
masing-masing, mata saya tertuju pada seorang ibu separuh baya dengan berbagai
dagangan di hadapannya, Minggu (1/4) siang. “Saya sudah berjualan di pasar ini
selama tujuh tahun,” ujar bu Siti pedagang sembako di pasar Gondang, Sragen.
Meskipun di pasar tersebut banyak orang yang berjualan serupa, tapi semua itu
tidak pernah menyurutkan niat baiknya untuk tetap bertahan. Sudah menjadi
kesehariannya berdagang di pasar tersebut.
Ibu yang beralamatkan Tambak Boyo,
Mantingan ini menggantungkan hidupnya pada usahanya berjualan di pasar. Bagaimana
tidak, ia rela menjalani semua itu karena rasa sayangnya pada keluarga. “Kira-kira
jam lima pagi saya sudah berangkat ke pasar dan jam empat sore baru pulang,” tutur
wanita yang sudah memiliki dua orang putra tersebut. Akhir-akhir ini sedang
marak diperbincangkan masalah harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang akan
dinaikkan oleh pemerintah. Seiring dengan isu kenaikan bahan bakar minyak ini
muncullah berbagai spekulasi dari banyak pihak masyarakat. Pro dan kontra pun
seolah sudah menjadi konsumsi publik setiap hari.
Isu
kenaikan BBM ini mengakibatkan harga-harga kebutuhan lain mulai melambung dan
seakan mencekik para pedagang secara perlahan. Tanpa terkecuali ibu yang
berjualan sembako di pasar ini. Ia juga ikut menelan pahitnya kabar mengenai
BBM yang akan dinaikkan. Saat dimintai keterangan mengenai isu kenaikan Bahan
Bakar Minyak (BBM), ia menyatakan bahwa jika BBM naik otomatis harga sembako
dan kebutuhan yang lain juga ikut naik. Terlihat jelas bahwa wanita pekerja
keras ini tidak setuju dengan adanya kebijakan pemerintah yang akan meningkatkan
harga BBM. “BBM merupakan kebutuhan yang penting bagi kehidupan masyarakat,
untuk berbelanja saja saya bisa menghabiskan 3-4 liter bensin, belum lagi untuk
pulang perginya ke pasar,” tegasnya.
Isu kenaikan BBM ini tentu sangat
berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat, apalagi untuk masyarakat yang
seharusnya masih mendapatkan bantuan dari pemerintah, tapi mereka juga harus
terkena imbasnya. “Baru isu kenaikan BBM saja kebutuhan pokok sudah naik
terlebih dahulu, bagaimana kalau BBM sudah benar-benar naik?”, tambahnya sambil
menghela nafas. Ia menuturkan bahwa untuk sembako sendiri saat ini sebagian
sudah mengalami kenaikan harga sebesar Rp 1000, 00 – Rp 2000, 00 per kilonya. “Bukan
sesuatu yang mudah untuk menaikkan harga sembako, tapi mau bagaimana lagi,
harga dari sananya sudah naik. Jadi, saya juga ikut menaikkan harga supaya saya
tidak rugi”, tambahnya sambil melayani pembeli.
Ibu Siti memaparkan bahwa sebenarnya
ia tidak mau menaikkan harga dagangannya. Kasihan pembeli yang juga sering
mengeluh saat membeli dagangan dia, tapi dia juga menjelaskan bahwa harga dari
atasnya sudah naik sehingga dia terpaksa harus menaikkan harga sembakonya.
Meskipun demikian, ia tetap bersabar dan yang penting ia tidak kehilangan
pelanggannya.
“Jika BBM benar-benar naik dampak
yang mungkin terjadi yaitu faktor emosional yang susah dikendalikan,” imbuhnya.
Dengan demikian maka masyarakat pun mengalami tekanan batin dan tak jarang yang
jatuh sakit karena memikirkan apakah esok masih bisa makan atau tidak. Pembicaraan
ini memang bukan hal yang baru di kalangan masyarakat, tetapi tetap saja tak
habis-habis dibahas. Mungkin bagi kalangan menengah ke atas hal ini tidak akan
menjadi sesuatu yang berarti, tapi bagaimana dengan nasib masyarakat yang tidak
mampu?
“Kami memang hanya rakyat kecil yang
hidup serba pas-pasan, tapi kami memiliki harapan yang besar pada anak-anak
kami. Saya menyekolahkan anak-anak saya supaya mereka bisa menjadi anak yang
berhasil dan hidupnya lebih baik dari orang tuanya yang hanya berjualan sembako
di pasar”, ujarnya dengan nada yang lirih. Di mana-mana yang namanya orang tua
pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Tapi, jika bahan bakar minyak
dinaikkan pasti akan berdampak pada kesejahteraan anak-anak juga, mengingat
semua itu bergantung dari penghasilan orang tua.
Ibu yang memakai baju coklat itu
kembali menuturkan bahwa seharusnya hal seperti ini wajib diperhatikan oleh
pihak-pihak yang berwenang. Menaikkan harga BBM sama halnya menaikkan harga
kebutuhan yang lain. “Mengeluarkan uang untuk pejabat-pejabat tinggi negara
saja mereka mampu, kenapa masih harus menaikkan subsidi untuk rakyat?”,
tegasnya. Ia mengatakan bahwa kalau semua harga harga dagangan naik, siapa yang akan menaikkan gaji
saya?, padahal pendapatan saya hanya dari dagang ini. Belum lagi kalau nanti
dagangan saya sepi mengingat yang berjualan di pasar ini juga banyak. “Semua
itu akan berpengaruh terhadap anak-anak saya, uang saku mereka pasti juga minta
dinaikkan. Kalau anak saya yang SD paling hanya untuk uang jajan saja, tapi
kalau anak saya yang SMP selain untuk uang jajan juga harus ada uang
transportasinya”, imbuhnya.
“Saya hanya berharap pemerintah mau
memikirkannya kembali, kalau boleh memilih saya lebih memilih supaya harga BBM
tidak usah naik. Tapi, kembali lagi kami hanya rakyat kecil, kalau pemerintah
sudah menetapkan mau tidak mau kami juga harus mengikuti,” jelasnya. Walaupun
sudah terjadi demo di sana-sini, tapi nyatanya keputusan yang keluar hanya
penundaan bukan pembatalan kenaikan BBM. Berarti suatu saat harga BBM akan
tetap dinaikkan dan masyarakat harus menyiapkan mental mereka untuk
menghadapinya.
1 April 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar